Assalamu alaikum ayah dan bunda yang budiman…
Apakah kita pernah mengalami begitu sungkan mengatakan kepada Ibu kita
: “Bu…ananda sayang banget sama Ibu”
atau mengungkapkan kasih sayang kepada putra-putri kita : “Kak…Bunda sayang banget sama Kakak” (sambil memeluk). Ketika
sebelum menikah, kami juga tidak pernah mengekspresikan rasa sayang kami kepada
orang tua maupun saudara. Ungkapan kasih sayang secara terbuka dirasa
berlebihan dan tidak lazim. Sebenarnya apa sih manfaat mengekspresikan kasih
sayang kepada keluarga dan orang-orang yang kita kasihi?
Ayah HILDAN, Bunda ALFI & Si Cantik NAZILA |
Ekspresi Tulus Sebagai Penegasan
Tulisan kali ini kami fokuskan pada hubungan antara anak dan orang tua.
Sering kali konflik antara orang tua dan anak diawali oleh proses komunikasi
yang terhambat. Salah satu pihak merasa pihak lain tidak mampu mengerti
perasaannya, semua serba terdiam dan berharap pihak lain mengerti dengan
sendirinya. Kemudian dilanjutkan dengan kesalahpahaman karena perbedaan
pemaknaan atas kata-kata dan peristiwa. Anak-anak merasa terlalu sulit memahami
“dunia orang dewasa” dan orang tua
merasa sang anak tidak menangkap rasa khawatir dan limpahan perhatian orang tua
mereka. Kedua belah pihak akan selalu dalam kondisi saling menyandera dan
menuntut
Bagaimana jika seluruh anggota keluarga terbiasa berkomunikasi secara
terbuka dan ekspresif? Kami sangat optimis “balok
es” yang membekukan hubungan orang tua dan anak akan meleleh, sehingga yang
tertinggal hanya kehangatan kasih sayang yang terus bertumbuh dan menyebar.
Semua anggota keluarga tidak perlu lagi menjadi cenawang hanya untuk menebak :
“Ayah sama Bunda sayang aku ndak ya??” atau “Anak-anak nih sebenarnya peduli
ndak sih sama ayah bunda nya??”. Karena semua sudah tersampaikan melalui
komunikasi hangat setiap hari, pelukan, ungkapan langsung bahwa satu sama lain
saling menyayangi dan berbagai tindakan yang
bisa dilihat secara kasat mata. Semua yang bisa dilihat, didengar dan disentuh lebih menegaskan kasih sayang, dari
pada segala hal yang hanya dipendam dalam hati.
Memelihara Sejak Benih
Sebenarnya sangat mudah untuk membangun komunikasi yang hangat dan
ekspresif, jika kita mau melatih putra-putri kita sejak dini. Kami mulai
belajar semenjak Nazila (putri kami) masih dalam kandungan. Saya dan Bunda Alfi
sering mangajaknya berbincang-bincang, membacakan doa dan ayat suci, mencium
perut bunda yang sedang hamil, dan mengelus perut bunda saat si bayi
menendang-nendang.
Setelah kelahiran Nazila, kami semakin sering mengekspresikan rasa
sayang kami. Memandikan bayi, mengganti pakaian dan popok, menyiapkan makanan
dan ASI serta tidak lupa kami ajak berbincang-bincang. Beberapa aktivitas
tersebut kami lakukan setiap hari hingga saat ini.
Tantangan mulai muncul ketika Nazila sudah mulai belajar berbicara,
sekitar usia 2 - 3 tahun. Pada usia ini si kecil kami latih menggunakan
kata-kata sederhana untuk mengungkapkan keinginannya. Semakin selaras antara
kata yang diucapkan dengan keinginannya, maka semakin terlatih untuk
mengekspresikan diri secara verbal.
Mengapa kami melatih kemampuan verbalnya sejak dini?. Kami mengamati
beberapa balita mengalami hambatan dalam mengkomunikasikan keinginannya. Sehingga
si kecil tampak “egois”, merepotkan pengasuh, hanya bisa menunjuk-nunjuk dan
suka marah jika keinginannya tidak terpenuhi. Jika saja si kecil bisa
mengungkapkan secara verbal maka pengasuh akan mudah menyediakan keinginannya.
Kami juga melakukan beberapa aktivitas berikut :
- Berpelukan bertiga : Sehari berapa kali ya…hmmm??? 8-20 kali mungkin. Asyiknya itu sekecil semakin akrab dengan kami. Hangatnya rasa sayang seperti berpindah di antara kami bertiga. Seperti api unggun yang menghangatkan orang-orang di sekitarnya.
- Cium pipi bertiga : Pipi si Nazila tuh nyempluk dan merona. Pipi kanannya menempel di pipi Bunda dan sebelah kirinya ke pipi saya. Pipi saya dan bunda juga menempel. Sambil berpelukan kami saling cium pipi bertiga. Ingat logonya UBUNTU LINUX kan? Nah seperti itu jadinya ^_^..
- Meminta maaf : Memaafkan itu menyembuhkan, baik bagi yang memberi maupun yang menerima maaf. Tetapi bagi anak-anak tentulah tidak mudah, maka kami melatih si kecil untuk mengucapkannya. Misalnya jika dia meminjam handphone bundanya tanpa meminta ijin, maka kami mengingatkannya untuk meminta maaf sekaligus meminta ijin : “Bunda maaf ya Kakak ambil HP bunda. Kakak pinjam ya?”. Mengekspresikan permohonan maaf juga mampu mengurangi egoisme anak-anak.
- Berterima kasih : Berterima kasih itu menumbuhkan penghormatan. Kami sering berkata : “Kak…makasih ya sudah jadi putri yang cantik dan pinter”. Anda bisa bayangkan senyumnya yg mengembang manja.
- Memuji dengan tulus : “Siapa yang tadi berani sekolah TK sendiri???” teriak Bundanya dengan antusias. “Kakaakkkkkk…….” sambil tersenyum penuh bangga dan loncat-loncar kegirangan. Bayangkan jika si kecil juga terbiasa memuji orang lain dengan tulus. Dapat dipastikan mereka akan memiliki kecerdasan sosial yang bagus.
- Mengutarakan keinginan : Terkadang si kecil ngambek tanpa kami tahu penyebabnya, sehingga emosi kami pun terpancing. Nah…dari pada kami marah-marah ya lebih baik kami bantu dia mengungkapkan perasaannya. “Kakak mau apa kok marah gitu? Ayo bilang ke Bunda” bundanya mengawali. “Kakak…kakak…mauuu…mauu…jalan-jalan ke alun-alun yang ada burungnya” akhirnya dia menjawab dengan terbata-bata. Jika sudah diketahui penyebabnya kan jadi mudah mencari solusinya.
Sebenarnya masih banyak aktivitas yang ingin kami tuliskan, tetapi
beberapa hal di atas sudah mewakili. So…jangan malu-malu lagi mengekspresikan
rasa kasih sayang kita kepada keluarga tercinta. Semoga tulisan sederhana ini
bermanfaat.
Wassalamu alaikum…
Salam Keluarga Indonesia
Contact Us : 0852 340 89 809, 0341-5470 688.